Langsung ke konten utama

Apa Sebabnya Pengenalan Tentang Anak Didik itu Penting?




Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu pendidikan sangat menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. Anak didik memandang sekolah sebagai tempat mencari sumber “bekal” yang akan membuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat di mana anaknya akan mengembangkan kemampuannya. Pemerintah berharap agar sekolah akan mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga negara yang cakap.
Kita harus mengenal hal-hal yang umum yang terdapat pada semua anak, dan hal-hal yang unik dan khsuus. Hal-hal yang umum merupakan dasar dan norma yang akan menolong pembimbing mengetahui ciri-ciri dan unik pada tiap-tiap anak.
Perubahan Psikologi Menuju Masa Remaja (Remaja Pertengahan Usia 14-16 Tahun)
1.      Karakteristik:
·         Perkembangan pubertas sudah lengkap dan dorongan-dorongan seksual muncul.
·         Kelompok sejawat akan mengakibatkan tumbuhnya standar-standar perilaku, meskipun nilai-nilai keluarga masih tetap bertahan.
·         Konflik atau pertentangan dalam hal kebebasan.
·         Kognisi mulai abstrak.
2.      Dampak:
·         Mencari kemampuan untuk menarik lawan jenis. Perilaku seksual dan eksperimentasi (dengan lawan jenis maupun sejenis) mulai muncul.
·         Kelompok sejawat sering membantu atau mendukung dalam kegiatan seperti kunjungan ke dokter.
·         Pikiran tentang kebebasan mulai bertambah, sementara masih mengharapkan dukungan dan bimbingan orang tua dapat mendiskusikan dan bernegosiasi tentang perubahan-perubahan peraturan.
·         Saat diskusi dan negosiasi remaja sering ambivalen.
·         Mulai mempertimbangkan berbagai tanggung jawab dalam banyak hal, tetapi kemampuannya untuk berintegrasi dengan kehidupan sehari-hari agak jelek karena egonya belum terbentuk sepenuhnya dan pertumbuhan kognitifnya belum lengkap.
Hal-hal yang Perlu Diketahui Tentang Peserta Didik
            Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada rentang usia 13 tahun ke atas, yaitu berada dalam Masa Adolesensi (Pubertas). Pada masa pubertas, kondisi jasmani dan rohani, serta emosi anak adalah sebagai berikut:
1.      Jasmani (Fisik):
Perubahan dan pertumbuhan yang begitu cepat menimbulkan kebingungan dan keakuan anak dalam mengambil sikap atau tingkah laku. Masa ini juga ditandai oleh matangnya alat-alat kelamin dan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar yang menimbulkan dorongan tertentu. Pertumbuhan atau kemasakan ini lebih cepat pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Di samping perkembangan intelegensi (dan berpikir logis), fantasi mereka menjadi sangat kuat, hingga sering terjadi pertentangan dengan pemikiran kritis/logis. Anak sering berfantasi mengkhayal. Pikiran anak penuh dengan ide-ide baru dengan kreasi. Anak memilih dan menyeleksi dan membuat konsep (yang sebagian dibuang dan yang lainnya dimasak lebih lanjut). Anak penuh dengan cita-cita, ide-ide, di samping juga ia mencari kenyataan, mencari kebenaran, mencari tujuan hidup.
2.      Rohani (Kejiwaan):
Anak adolesen boleh dikatakan berada di persimpangan jalan. Dalam usahanya untuk menempatkan emosinya yang bergolak di tempat yang semestinya, dan dalam usahanya untuk mengekspresikan diri, anak sering jatuh ke dalam keadaan yang membingungkan; hal ini menimbulkan perasaan tidak aman atau tidak terjamin. Sebab itu, timbul keinginan untuk membuang segala macam kebiasaan, tradisi, kepercayaan dan kekuasaan yang dirasakannya mempersempit kebebasannya bergerak menurut kehendak hatinya sendiri. Sehingga pada saat ino dapat terjadi:
-          Sikap berontak terhadap Tuhan, jika Tuhan dihubungkan dengan kekuasaan yang sedang dilawannya.
-          Menginginkan dan mendekati Tuhan, karena di dalam Tuhan anak menemukan teman yang dibutuhkannya, yang dapat menjadi sahabat karib.
3.      Emosi (Kejiwaan):
Kehidupan emosi anak mengalami pergolakan hebat sebagai akibat dari adanya perubahan-perubahan baik pada aspek jasmani maupun jiwani, misalnya dalam sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan barang-barang di sekitarnya. Di samping itu, keharusan dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sikap dan pandangan tersebut, juga ia menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Tekanan-tekanan dan penekanan sering menimbulkan ketegangan, dan untuk itu dibutuhkan kemampuan dan keberanian untuk menghadapi perubahan dan pergolakan ini; perubahan dan pergolakan ini sering menyebabkan anak kehilangan keseimbangan jiwa. Pada masa ini, berbeda dengan masa sebelumnya, karena anak merasa tertarik pada sekse yang lain. Juga rasa solidaritas atau “gang” kuat.
4.      Biologis:
Perkembangan peserta didik menurut Sigmund Freud (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) dimulai dari sejak lahir sampai kira-kira umur 5 tahun melewati fase yang terindiferensiasi secara dinamik. Selanjutnya berkembang sampai umur 12 atau 13 tahun mengalami masa stabil yaitu fase laten. Dinamika mulai bergejolak lagi ketika masa pubertas datang sampai berumur 20 tahun, kemudia berlanjut pada masa kematangan. Secara lebih jelas dapat dicermati secara lengkap sebagai berikut:

Umur (Tahun)
Fase Perkembangan
Perubahan Perilaku
0,0-1,0
Masa Oral
Mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamis.
1,0-3,0
Masa Anal
Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
3,0-5,0
Masa Felis
Alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
5,0-13,0
Masa Laten
Impuls-impuls atau dorongan-dorongan cenderung terdesak dan mengendap ke dalam bawah sadar.
13,0-20,0
Masa Pubertas
Impuls-impuls mulai menonjol dan muncul kembali. Apabila bisa dipindahkan dan disumblimasikan oleh das ich dengan baik, maka ia bisa sampai pada masa kematangan.
20,0 ke atas
Masa Genital
Individu yang sudah mencapai fase ini telah menjadi manusia dewasa dan siap terjun dalam kehidupan masyarakat luas.

Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian Masa Kanak-kanak Akhir dan Anak Sekolah
1.      Belajar ketrampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari.
2.      Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh-kembang.
3.      Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya.
4.      Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.
5.      Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung.
6.      Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari.
7.      Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai.
8.      Mencapai kebebasan pribadi.
9.      Mengembangkan sikap-sikap tehadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi social.

Latar Belakang Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Peserta Didik
Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan grup, dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya. Sampai anak-anak memasuki sekolah, mereka itu menghabiskan seluruh waktunya di dalam unit keluarga. Hingga sampai masa adolesent mereka itu ditaksir menghabiskan ½ waktunya dalam keluarga.
Dalam tiap-tiap keluarga, biasanya terdapat tipe yang berbeda-beda. Menurut Bossard & Boll: bahwa masyarakat itu mula-mula terdiri dari small family (keluarga kecil), yaitu suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya paling banyak 2 atau 3 anak. Pada keluarga kecil ini anak-anak lebih banyak menikmati segi sosial ekonomi, dan lebih banyak diperhatikan oleh orang tuanya. Yang dipentingkan adalah agar anak mendapatkan kualitas yang baik.
Dalam hal ini Bossard mempelajari kelas-kelas sosial yang ada hubungannya dengan cara mendidik anak. Dikatakannya bahwa kelas-kelas sosial dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1.      Upper class: dalam klas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan menaruh penghargaan. Anak diharapkan untuk membantu keluarganya, mereka berjuang agar mereka dapat mendidik anak sebaik mungkin, baik secara jasmani, sosial maupun intelektual.
2.      Middle class: di sini tidak diadakan penyelidikan.
3.      Lower class: di sini keinginan-keinginan seperti upper class itu kurang karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.
Selanjutnya Kluckhohn & Kluckhohn, mengadakan penyelidikan dipandang dari masalah wewenang. Bagaimana anak-anak lower class ini memandang terhadap wewenang.
-          Biasanya anak-anak dari lower class ini memandang kelas di atasnya bersifat takut. Sedang anak dari middle class biasanya memandang wewenang kekuasaan bersifat menghormat.
-          Pada lower class biasanya disiplinnya ditandai dengan ciri-ciri fisik atau kekerasan atau konflik. Kalau marah biasanya bersifat badaniah, yaitu dengan memukul, meninju dan sebagainya. Sedangkan pada middle class tidak dengan cara fisik, tetapi dengan cara kompetisi (persaingan), misalnya dalam pertandingan-pertandingan olahraga dan sebagainya.
Demikian pula David & Havigurt (1943), mempelajari cara-cara lower class dan middle class familiy di Chicago di dalam melatih anak-anak mereka, memberi makan, menyapih dan sebagainya. Dalam hal ini mereka mendapatkan kenyataan bahwa ibu-ibu dari lower class memberikan air susunya lebih banyak dibandingkan dengan middle class. Mereka menyapih anak-anaknya lebih akhir daripada middle class. Sedangkan pada middle class anak dikehendaki memakai pakaian sendiri, dan lebih awal mengambil macam-macam tanggungjawab daripada lower class.
Akhirnya ahli penemuan lain mengenai cara pemeliharaan anak yaitu Maccoby & Gibbs (1951), menunjukkan kesimpulan yang lain. Dikatakan bahwa pada middle class sifatnya lebih bebas mengasuh anak atau lebih bersifat mengizinkan atau membebaskan terhadap anak. Sedangkan pada keluarga lower class lebih bersifat disiplin, artinya dalam mendidik anak itu dari kecil sudah diadakan bertanggungjawab sendiri. Jadi berbeda dengan pendapat David & Havigurst. Di mana mendidik anak itu makin lama makin tidak ada perbedaan daripada kelas-kelas tersebut, karena makin banyaknya buku-buku populer, artikel-artikel, surat-surat kabar, radio-radio, televisi, dan nasehat-nasehat pemerintah yang harus dikerjakan dan sebagainya.
Adapun mengenai susunan keluarga, Probbins membagikan menjadi 3 macam, yaitu:
1.      Keluarga yang bersifat otoriter: Di sini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang otoriter biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu di dalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif.
2.      Keluarga demokrasi: Di sini sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan diri, sifatnya fleksibel, dapat menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain, menerima kritik dengan terbuka, aktif di dalam hidupnya, emosi lebih stabil, serta mempunyai rasa tanggung jawab.
3.      Keluarga yang liberal: Di sini anak-anak bebas bertindak dan berbuat. Sifat-sifat dari keluarga ini biasanya agesif, tak dapat bekerja sama dengan orang lain, sukar menyesuaikan diri, emosi kurang stabil serta mempunyai sifat selalu curiga.
Masalah Kesehatan selama Masa Remaja
1.      Depresi                        : Perasaan depresi umum terjadi selama masa remaja.
Pada beberapa penelitian satu di antara tiga anak wanita dan hampir 15% dari anak laki-laki dilaporkan mempunyai gejala depresi. Risiko bunuh diri di antara remaja yang depresi, meningkat.
2.      Kelainan makan          : Remaja wanita memiliki risiko besar untuk
mengalami anoreksia nervosa dan bulimia. Kelainan makan dipengaruhi oleh keinginan untuk tetap kurus dan salah arti tentang kegemukan, sehingga mereka tidak mau makan.
Kenakalan Remaja
            Beberapa kenakalan yang dilakukan oleh remaja usia SMP antara lain:
1.      Tidak jujur. Berkata bohong atau tidak jujur sering kali dilakukan oleh remaja, baik dalam ujian maupun berbohong dalam hal lainnya.
2.      Perkelahian dan tawuran. Berkaitan dengan emosi yang masih labil, remaja mudah terpancing emosi dan memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan.
3.      Jahil. Anak usia SMP masih memiliki kecenderungan untuk menjahili teman dan mengganggu teman, mereka masih membawa beberapa sifat kekanak-kanakan.
4.      Berkata kasar. Berakitan dengan belum maksimalnya pengendalian emosi, membuat remaja mudah saja mengucapkan kata-kata kasar tanpa berpikir panjang sebelum mengucapkannya.
5.      Melakukan vandalisme. Memiliki energi dan kreativitas yang tinggi, namun seringkali tidak menyalurkannya secara tepat sehingga mereka menyalurkan energi dan kreativitas tersebut secara salah dengan melakukan coret-coret atau vandalisme di dinding-dinding maupun di meja sekolah.
6.      Melanggar tata tertib dan membolos. Remaja yang menjunjung nilai kebebasan, mereka berpikir bahwa aturan dan sekolah adalah kekangan, sehingga melanggar dan membolos adalah sarana yang menurut mereka untuk menunjukkan kebebasannya.
7.      Mengendarai kendaraan di bawah umur dan melanggar aturan lalu lintas. Usia SMP belum mencukupi untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), namun saat ini banyak anak usia SMP telah mengendarai kendaraan bermotor bahkan seringkali melanggar aturan lalu lintas dan berboncengan lebih dari 2 orang dalam satu sepeda motor.


DAFTAR PUSTAKA

Siswoyo, Dwi, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Makmun, Abin Syamsuddin. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakaya.
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Santoso Soeroso. 2001. Masalah Kesehatan Remaja. Jurnal Sari Pediatri Vol. 3,
No. 3. Hal: 190-198.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARI & PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Hasyim Asy’ari merupakan seorang kiai sekaligus pejuang kemerdekaan karena kedalaman ilmu dan ajarannya. Bagi bangsa ini sumbangsih Kiai Hasyim Asy’ari sangat besar karena paham keislaman ala Ahlussunnah wal Jamaah  sangat cocok dengan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia. Kiai Hasyim telah membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan tidak boleh dipertentangkan. Keduanya harus berada dalam satu jalan yang selaras. Islam adalah nilai-nilai adiluhung yang bersifat universal, sedangkan keindonesiaan merupakan realitas sosial yang harus diisi dengan nilai-nilai Islam tanpa harus menafikannya. Dengan kata lain, nilai Islam harus hadir dalam kebudayaan dan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam jati diri dan memori kolektif bangsa ini. Solidaritas sosial yang dibangun atas sebuah paham Ahlussunah wal Jamaah , menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang bersifat universal dan merekonsiliasikannya dengan tradisi lokal masyaraka...

KEBIJAKAN TENTANG PARIWISATA PADA MASA ORDE LAMA

Pada masa setelah kemerdekaan (Orde Lama), pembangunan ekonomi berdasarkan Pembangunan Nasional Semesta Delapan Tahun 1961-1969 yang ditetapkan melalui Ketetapan MPRS Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 Tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Pada masa itu, pembangunan pariwisata belum menjadi perhatian pemerintah. Fokus pemerintah pada saat itu masih pada pembangunan dan pembenahan perekonomian nasional sehingga mampu berdiri sendiri (Esti, 2013 : 23-24). Meski pariwisata masih belum menjadi fokus utama pembangunan masa Orde Lama, tetapi pada awal kemerdekaan dan di tengah berkecamuknya revolusi tahun 1946, dengan Surat Keputusan Wakil Presiden (Drs. Moh. Hatta) dalam lingkungan Kementerian Perhubungan, dibentuk Hotel dan Tourisme yang disingkat Honet . Tindakan pertama adalah mengganti nama hotel milik Belanda di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokertp, dan Pekalongan menjadi Hotel...

PERKEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA PASCAKEMERDEKAAN

Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tahun tersebut merupakan tahun-tahun awal pascaperang dunia II yang melumpuhkan segala bentuk aktivitas manusia termasuk kegiatan pariwisata. Meskipun pada periode 1945-1955 masih dalam kondisi pascaperang, pemerintah Indonesia dengan segera mampu menangkap peluang sektor pariwisata sebagai salah satu jalan untuk menunjang perekonomian negara. Pada masa tersebut dibentuklah Honet , yaitu Hotel dan Tourisme sebagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam melanjutkan pengelolaan hotel-hotel bekas milik Belanda. Tindakan yang dilakukan Honet antara lain mengganti nama hotel-hotel peninggalan Belanda. Namun, setelah tugas di atas selasai, Honet tidak lagi memiliki fungsi dan tugas sehingga segera dibubarkan. Pada tahun 1952 dibentuklah Sergahti (Panitia Inter-Departemental Urusan Tourisme) yang diharapkan mampu mengusahakan Indonesia menjadi Tourist Destination . Kegagalan panitia dalam menjalankan misi mengosongkan penghuni-penghuni tetap ho...