Langsung ke konten utama

PERKEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA PASCAKEMERDEKAAN



Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tahun tersebut merupakan tahun-tahun awal pascaperang dunia II yang melumpuhkan segala bentuk aktivitas manusia termasuk kegiatan pariwisata. Meskipun pada periode 1945-1955 masih dalam kondisi pascaperang, pemerintah Indonesia dengan segera mampu menangkap peluang sektor pariwisata sebagai salah satu jalan untuk menunjang perekonomian negara.
Pada masa tersebut dibentuklah Honet, yaitu Hotel dan Tourisme sebagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam melanjutkan pengelolaan hotel-hotel bekas milik Belanda. Tindakan yang dilakukan Honet antara lain mengganti nama hotel-hotel peninggalan Belanda. Namun, setelah tugas di atas selasai, Honet tidak lagi memiliki fungsi dan tugas sehingga segera dibubarkan. Pada tahun 1952 dibentuklah Sergahti (Panitia Inter-Departemental Urusan Tourisme) yang diharapkan mampu mengusahakan Indonesia menjadi Tourist Destination. Kegagalan panitia dalam menjalankan misi mengosongkan penghuni-penghuni tetap hotel, menyebabkan Sergahti tidak aktif.
Periode selanjutnya yakni 1955-1965 yang sekaligus menjadi batu loncatan perkembagan kepariwisataan di Indonesia. Pada periode tersebut diselenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung yang turut memperkenalkan Indonesia di mata internasional. Selain itu, dibentuk pula perusahaan komersial yang bergerak dalam bidang pariwisata, yaitu PT NATOUR Ltd. (National Hotels and Tourism Ltd.) pada tahun 1955. Pada tahun yang sama, dalam lingkungan Kementerian Perhubungan dibentuk Direktorat Pariwisata. Selain itu juga lahir Yayasan Tourisme Indonesia (YTI) yang bertujuan membina dan mengembangkan industri pariwisata. Selain YTI, juga hadir beberapa badan atau wadah yang bergerak dalam bidang pariwisata antara lain, Dewan Tourisme Indonesia (DTI), Dewan Pariwisata Indonesia (Depari). Di samping mendirikan wadah atau badan kepariwisataan, sarana akomodasi seperti Hotel Internasional juga dibangun pada masa tersebut. Pada tanggal 5 Agustus 1962 diresmikan Hotel Indonesia yang merupakan hotel bertaraf internasional pertama di Indonesia. Sementara itu, di Bandung didirikan Akademi Perhotelan sebagai lembaga pendidikan kepariwisataan pertama di Indonesia.
Pada periode transisi (1965-1969) aktivitas kepariwisataan menjadi berkurang intensitasnya, hal tersebut disebabkan oleh gejolak politik yang melanda pada masa transisi itu. Selanjutnya, periode awal Repelita antara tahun 1969 hingga 1983. Meski masih dalam gejolak politik, namun pemerintah pada awal Repelita tidak melepaskan perhatiannya terhadap sektor pariwisata. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No. 30 Tahun 1969 tentang Pengembangan Kepariwisataan Nasional. Pembinaan dan pengembangan pariwisata secara resmi menjadi GBHN dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 dan diperluas dalam GBHN 1983, GBHN 1988, dan GBHN 1993.
Kemudian Indonesia memasuki periode bebes visa, yakni pada 1983 hingga 1993. Dikeluarkan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Pengembangan Kepariwisataan. Dalam Keppres tersebut ditetapkan bahwa wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia, pada dasarnya dibebaskan dari kewajiban memiliki visa. Keppres tersebut juga memuat tentang penetapan Pelabuhan Udara Sam Ratulangi, Pattimura, dan Mokmer sebagai pintu masuk. Selain itu juga ditetapkan bahwa Pelabuhan Laut Belawan, Batu Ampar, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Benoa, Padang Bai, dan Bitung sebagai pintu masuk kapal-kapal pesiar bagi rombongan (cruise) dari luar negeri. Disamping itu, usaha pariwisata dapat diberikan keringanan menyangkut perkreditan, perpajakan, bea masuk dan perijinan. Semenjak dikeluarkannya Keppres No. 15 Tahun 1983 tersebut, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia meningkat cukup drastis.


SUMBER BACAAN:
Kodhyat, H. (1996). Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARI & PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Hasyim Asy’ari merupakan seorang kiai sekaligus pejuang kemerdekaan karena kedalaman ilmu dan ajarannya. Bagi bangsa ini sumbangsih Kiai Hasyim Asy’ari sangat besar karena paham keislaman ala Ahlussunnah wal Jamaah  sangat cocok dengan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia. Kiai Hasyim telah membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan tidak boleh dipertentangkan. Keduanya harus berada dalam satu jalan yang selaras. Islam adalah nilai-nilai adiluhung yang bersifat universal, sedangkan keindonesiaan merupakan realitas sosial yang harus diisi dengan nilai-nilai Islam tanpa harus menafikannya. Dengan kata lain, nilai Islam harus hadir dalam kebudayaan dan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam jati diri dan memori kolektif bangsa ini. Solidaritas sosial yang dibangun atas sebuah paham Ahlussunah wal Jamaah , menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang bersifat universal dan merekonsiliasikannya dengan tradisi lokal masyaraka...

KEBIJAKAN TENTANG PARIWISATA PADA MASA ORDE LAMA

Pada masa setelah kemerdekaan (Orde Lama), pembangunan ekonomi berdasarkan Pembangunan Nasional Semesta Delapan Tahun 1961-1969 yang ditetapkan melalui Ketetapan MPRS Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 Tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Pada masa itu, pembangunan pariwisata belum menjadi perhatian pemerintah. Fokus pemerintah pada saat itu masih pada pembangunan dan pembenahan perekonomian nasional sehingga mampu berdiri sendiri (Esti, 2013 : 23-24). Meski pariwisata masih belum menjadi fokus utama pembangunan masa Orde Lama, tetapi pada awal kemerdekaan dan di tengah berkecamuknya revolusi tahun 1946, dengan Surat Keputusan Wakil Presiden (Drs. Moh. Hatta) dalam lingkungan Kementerian Perhubungan, dibentuk Hotel dan Tourisme yang disingkat Honet . Tindakan pertama adalah mengganti nama hotel milik Belanda di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokertp, dan Pekalongan menjadi Hotel...

PARIWISATA SAUJANA: PESONA ALAM BERPADU DENGAN BUDAYA DAN TRADISI

Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia menjadi salah satu surga wisata alam yang sangat mempesona. Wisata alam merupakan salah satu jenis pariwisata yang diminati wisatawan. Dengan sejuta potensi yang dimiliki, Indonesia menjadikan objek wisata alam sebagai magnet yang kuat untuk menarik wisatawan mancanegara. Landscape gunung, danau, sungai, gua, air terjun, sabana, pantai, terumbu karang, gugusan pulau, hutan semua tersaji manis di bumi khatulistiwa kita ini.   Namun terlalu sayang apabila wisatawan hanya menikmati pesona alam saja dan melewatkan sungguhan tradisi dan budaya masyarakat setempat yang unik dan khas. Dengan demikian maka, potensi alam dan budaya tersebut dikolaborasikan menjadi satu dan disebut dengan saujana. Kata saujana disepakati dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tahun 2003 untuk digunakan sebagai terjemahan dari ‘cultural landscape’ . Saujana merupakan refleksi hubungan antara manusia dengan budayanya dan lingkungan alamnya dalam kesat...