Pascajatuhnya
rezim Orde Baru, Indonesia memasuki masa yang disebut dengan masa reformasi.
Reformasi tersebut dipicu oleh gejolak ekonomi dan politik yang menerpa
Indonesia. Pada masa reformasi, situasi dalam negeri menjadi tidak kondusif.
Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap penurunan wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Indonesia.
Empat
tahun pertama masa Reformasi dikenal dengan masa transisi. Dalam masa tersebut
kebijakan perencaaan pembangunan kepariwisataan
mengacu pada Program Pembangunan
Nasional Lima Tahun. Sesuai dengan amanah
GBHN 1999 – 2004, arah kebijakan pembangunan nasional dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional
Lima Tahun (Propenas) yang ditetapkan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000 – 2004 (Esti, 2013: 29).
Propenas
tersebut selanjutnya dirinci ke dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang
memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang ditetapkan oleh Presiden
bersama DPR. Disebutkan pula bahwa pariwisata merupakam sektor pendukung
pembangunan ekonomi. Kebijakan pariwisata dalam Propenas diarahkan untuk
Peningkatan Daya Saing Pariwisata. Prioritas utama kebijakan pariwisata adalah
mengembalikan citra pariwisata Indonesia pasca bom Bali pada 2002 dan 2005 yang
menyebabkan penurunan drastis kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Pengembalian
citra Indonesia sebagai Negara yang aman dan ramah kepada wisatawan sangat
penting untuk menarik minat wisatawan mancanegara.
Selanjutnya,
dikeluarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional yang mengamanahkan untuk menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kemudian
ditetapkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005 – 2025.
Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pertama (2004-2009) pengembangan
pariwisata dilakukan melalui 3 (tiga) program
pembangunan, yaitu:
(1) Program Pengembangan Pemasaran
Pariwisata. Program ini ditujukan untuk menciptakan promosi pariwisata yang
efektif.
(2) Program Pengembangan Destinasi
Pariwisata. Ditujukan untuk meningkatkan pengelolaan destinasi pariwisata.
(3) Program Pengembangan Kemitraan.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat jaringan kerjasama.
Berikutnya, RPJMN
Kedua ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010
Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. Fokus pengembangan kepariwisataan pada
tahap ini adalah untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
dan wisatawan domestik. Pemerintah pada
masa itu menargetkan peningkatan sebesar 20% yang akan dicapai secara bertahap
selama 5 tahun. Upaya yang dilakukan adalah dengan memperbaiki sarana dan
prasaran serta meningkatkan mutu pelayanan dan hospitality management
yang kompetitif di Asia Tenggara.
Kebijakan
pembangunan kepariwisataan masa reformasi difokuskan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteran
rakyat. Dalam pengembangan kepariwisataan tersebut tetap memperhatikan
asas manfaat, kelestarian dan
partisipasi masyarakat serta berpegang pada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan good governance.
Promosi pariwisata kreatif dengan berbagai media juga gencar dilakukan. Tagline
“Pesona Indonesia” atau “Wonderful Indonesia” gencar dipromosikan ke seluruh
penjuru dunia. Peningkatan kunjungan wisatawan internasional tentu akan
meningkatkan kemajuan industri pariwisata yang pasti berpengaruh terhadap
terbukanya lapangan perkerjaan di sektor pariwisata tersebut yang tentu sangat
berpengaruh bagi perekonomian masyarakat dan devisa negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Esti. (2013). Pembangunan
Kepariwisataan: Overview, Tantangan, dan Kebijakan
Pembangunan
ke Depan. Jakarta: BAPPENAS. Diakses melalui perpustakaan.bappenas.go.id.
Komentar
Posting Komentar