Langsung ke konten utama

PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA



Proses masuknya barat ke Nusantara dan perubahan sosial budaya di Nusantara setelah masuknya barat di abad ke 15
            Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada awal abad ke XV, dan juga bukan merupakan kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang berkembang di dunia adalah Islam, pada tahun 1453 orang-orang Turki Ottoman menaklukkan Konstantinopel, dan di ujung timur dunia Islam agama ini berkembang di Indonesia dan Filipina. Akan tetapi orang-orang Eropa, terutama orang-orang Portugis, mencapai kemajuan-kemajuan di bidang teknologi tertentu yang akan melibatkan bangsa Portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudra yang paling berani sepanjang zaman.
            Atas dorongan Pangeran Henry ‘Si Mualim’ (wafat tahun 1460) dan para pelindung lainnya, para pelaut dan petualang Portugis memulai usaha pencarian emas, kemenangan dalam peperangan, dan suatu jalan untuk mengepung  lawan yang beragama Islam dengan menyusuri pantai barat Afrika. Mereka berusaha mendapatkan jalan ke Asia dengan tujuan memotong jalur pelayaran para pedagang Islam, yang melalui tempat penjualan mereka di Venesia di Laut Tengah memonopoli impor rempah-rempah ke Eropa. Rempah-rempah merupakan soal kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa tidak ada satu cara pun yang dapat dijalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup, oleh karenanya banyak semua hewan ternak disembelih dan dagingnya kemudian harus diawetkan Untuk itu diperlukan sekali adanya garam dan rempah-rempah, di antara rempah-rempah yang diimpor, cengkih dari Indonesia Timur adalah yang paling berharga.
            Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510 dia menaklukkan Goa di pantai barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap Portugis. Tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan pertikaian serta kekacuan di antara orang Portugis sendiri, tampaknya hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting pada waktu itu ialah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Malaka. Setelah mendengar laporan-laporan pertama yang berasal dari pedagang-pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, maka Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menemukan Malaka.
            Dampak budaya orang-orang Portugis yang paling kekal adalah di Maluku (sebuah nama yang pada hakikatnya berasal dari istilah para pedagang Arab bagi daerah tersebut, Jazirat al-Muluk negeri dari banyak raja). Orang Portugis mengadakan persekutuan dengan Ternate dan pada tahun 1522 mulai membangun benteng di sana. Portugis juga gencar untuk melakukan misi penyebaran agama nasrani. Di anatara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang tersebut berbangsa Spanyol yang bernama Santo Francis Xavier. Perlu disebutkan bahwa usaha kaum misionaris yang bersungguh-sungguh ini berlangsung pada tengahan kedua aba XVI, setelah gerakan penaklukan Portugis berhenti. Salib secara serius sampai ke Indonesia Timur dalam waktu yang cukup lama setelah sampainya pedang.
            Di Maluku, Portugis meninggalkan beberapa ciri lain dari kebudayaan mereka. Balada-balada keroncong yang romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Sangat banyak kata-kata Indonesia hasil serapan dari bahasa Portugis, seperti pesta, sabun, sepatu, bendera, meja, Minggu, dan lain sebagainya. Selain itu, juga terdapat nama-nama keluarga yang berasal dari Portugis, seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves, Mendoza, Rodrgues, da Silva, dan lain-lain.
            Pengaruh paling besar dan paling kekal dari kedatangan orang-orang Portugis ada dua : terganggu dan kacaunya jaringan perdagangan sebagai akibat ditaklukkannya Malaka oleh mereka serta penanaman agama Katolik di beberapa daerah di Maluku.
            Setelah bangsa Portugis, datanglah orang-orang Belanda yang mewarisi aspirasi-aspirasi dan strategi Portugis. Orang-orang Belanda membawa organisasi, persenjataan, kapal-kapal, dan dukungan keuangan yang lebih baik serta kombinasi antara keberanian dan kekejaman yang sama. Pada tahun 1595 ekspedisi Belanda yang pertama siap berlayar ke Hindia Timur. Pada bulan Juni 1596 kapal-kapal de Houtman tiba di Banten. Di tempat tersebut orang Belanda maupun Portugis sering terlibar konflik. Kemudian, de Houtman meninggalkan Banten dan berlayar menuju ke timur dengan menyusuri pantai utara Pulau Jawa. Akhirnya pada tahun 1597 sisa-sisa ekspedisi kembali ke negeri Belanda dengan membawa cukup banyak rempah-rempah di atas kapal mereka untuk menunjukkan bahwa mereka mendapat keuntungan. Pelayaran yang dipimpin seseorang yang kurang cakap pun dapat menghasilkan uang.
            Pada bulan Maret 1602 perseroan-perseroan yang saling bersaing itu bergabung membentuk Perserikatan Maskapai Hindia Timur, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Berdasarkan sebuah oktroi yang diberikan oleh parlemen, maka VOC mempunyai wewenang untuk mendaftar personel atas dasar sumpah setia, melakukan peperangan, membangun benteng-benteng, dan mengadakan perjanjian-perjanjian di seluruh Asia.
            Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara awalnya adalah untuk mengadakan perdagangan rempah-rempah. Hal tersebut dilakukan karena rempah-rempah pada masa itu sangat berharga bagi masyarakat Eropa. Begitu besar dan banyaknya potensi rempah-rempah, hasil perkebunan dan pertanian di Nusantara membuat orang-orang Eropa tersebut tertarik untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah yang suplainya diperoleh dari daerah Maluku dan sekitarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Portugis maupun Belanda bukan sekedar mengeksploitasi rempah-rempah Nusantara tetapi juga melakukan penindasan dan penjajahan terhadap masyarakat yang mereka sebut sebagai pribumi. Hal tersebut berlangsung sangat lama dan menyebabkan penderitaan yang besar bagi masyarakat Indonesia pada masa itu
            Seiring perkembangan waktu, orang-orang Eropa bukan sekedar mengekspolitasi, memonopoli dan menjajah, tetapi juga menyebarkan nilai-nilai kepercayaan (Gospel) dengan menyebarkan agama Nasrani yang banyak dianut oleh orang-orang Eropa. Orang-orang penyebar agama itu, sering disebut sebagai misionaris. Aktivitas penyebaran agama tersebut tampak cukup berhasil di kawasan Ambon dan sekitarnya. Banyak dari masyarakat pribumi yang kemudia beralih agama menjadi Nasrani.
Selain itu, kedatangan bangsa Eropa juga mempengaruhi berbagai aspek-aspek kehidupan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah kesenian yang kemudia berakulturasi dengan kesenian Eropa seperti keroncong. Makanan khas yang dimodifikasi, misalnya selat solo yang merupakan hasil akulturasi makanan khas Belanda dengan makanan Solo. Selain itu, adanya nama-nama marga atau nama keluarga yang berbau Eropa, peninggalan Portugis di daerah Ambon dan Indonesia Timur lainnya yang masih eksis hingga saat ini merupakan bentuk dari pengaruh perubahan sosial budaya akibat kedatangan bangsa Eropa.

Kesadaran untuk bersatu sebagai bangsa di Nusantara pada pertengahan abad ke 20
            Tiga dasawarsa awal abad XX bukan hanya menjadi saksi penentuan wilayah Indonesia yang baru dan suatu pernyataan kebijakan penjajahan baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga dalam masalah-masalah politik, budaya, dan agama rakyat Indonesia menempuh jalan baru.
            Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukkan oleh Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan dan pembaharuan yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera menarik perhatian yang khusus. Perubahan-perubahan yang terjadi di sana sedemikian rupa sehingga sejarah Indonesia modern memasuki zaman baru dan memperoleh kosa kata baru.
            Kunci perkembangan pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi.
            Pada awal abad XX di antara kalangan-kalangan atas pemerintahan (priyayi) yang berada di lingkungan kaum abangan ada yang berpendapat bahwa pendidikan Barat akan memberikan kepada mereka suatu kunci menuju suatu perpaduan baru yang mereka anggap sebagai dasar bagi suatu peremajaan kembali terhadap kebudayaan, kelas, dan masyarakat mereka. Diambil keputusan untuk membentuk suatu organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah Jawa. Kemudian, mereka yang bukan mahasiswa maupun pelajar juga menggabungkan diri, sehingga organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi Jawa pada umumnya.
            Sementara itu, diantara para pedagang muncul suatu permasalahan, yakni kekhawatiran akan kalah bersaing dengan pedagang-pedagang etnis Cina. Sehingga dibentuklah Sarekat Dagang Islam. Dengan nama Sarekat Dagang Islam cenderung hanya menarik perhatian anggota yang memiliki latar belakang sebagai pedagang saja. Dengan demikian, guna menghimpun anggota yang lebih banyak dan lebih umum, pada tahun 1912 organisasi tersebut merubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI).
Kemudian dalam perkembangannya, konsepsi identitas nasional Indonesia yang tidak mempunyai kaitan keagamaan maupun kedaerahan tertentu mulai diterima secara luas di kalangan elite dan kini ditopang oleh perkembangan-perkembangan di bidang budaya. Suatu kesusastraan baru mulai tumbuh yang didasarkan pada bahasa Melayu, yang selama beabad-abad telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara dan oleh karenanya pada dasarnya bebas dari sifat-sifat kesukuan. Dengan berkembangnya kesusastraan ini, maka kaum terpelajar Indonesia tidak lagi menyebutnya sebagai bahasa Melayu, melainkan sebagai bahasa Indonesia. Dengan demikian lahir bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan nasional.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa lahirnya bahasa Indonesia mampu menjadi alat yang efektif dalam menyatukan berbagai suku, ras dan agama di Nusantara. Dengan adanya bahasa persatuan tentunya sifat-sifat kedaerahan masing-masing dapat diredam. Dengan demikian, maka kesadaran sebagai bangsa yang satu akan tumbuh di hati masyarakat karena memiliki identitas yang sama sebagai satu bangsa, yakni bangsa Indonesia. Walaupun berasal dari daerah yang berbeda dengan latar belakang masing-masing, namum ketika muncul bahasa persatuan, bahasa Indonesia, tentu akan memunculkan identitas baru masyarakat sebagai bangsa Indonesia.
            Dapat kita pahami pula bahwa, organisasi-organisasi yang awalnya bersifat kedaerahan, kesukuan, maupun golongan mulai sadar dan membuka diri untuk terbuka dan tidak lagi terbatas pada golongan-golongan tertentu saja. Hal tersebut dapat kita lihat juga dari peristiwa Sumpah Pemuda, di mana organisasi-organisasi kepemudaan dari seluruh penjuru Nusantara bergabung menjadi satu kesatuan dan mengikrarkan diri bahwa mereka berasal dari satu bangsa dan bukan dari daerah masing-masing lagi. Berdasarkan hal tersebut, tentunya perjuangan melawan penjajahan juga sudah tidak sporadis dan bersifat kedaerahan tetapi mulai melawan penjajah secara bersama dan bersatu sehingga lebih kuat, kokoh dan tidak mudah dipecah belah. Dengan adanya kesadaran untuk bersatu tentunya etnosentrisme yang sebelumnya terlihat jelas akan mulai tergeser dengan adanya alat pemersatu bangsa, salah satunya bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMIKIRAN HASYIM ASY’ARI & PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Hasyim Asy’ari merupakan seorang kiai sekaligus pejuang kemerdekaan karena kedalaman ilmu dan ajarannya. Bagi bangsa ini sumbangsih Kiai Hasyim Asy’ari sangat besar karena paham keislaman ala Ahlussunnah wal Jamaah  sangat cocok dengan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia. Kiai Hasyim telah membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan tidak boleh dipertentangkan. Keduanya harus berada dalam satu jalan yang selaras. Islam adalah nilai-nilai adiluhung yang bersifat universal, sedangkan keindonesiaan merupakan realitas sosial yang harus diisi dengan nilai-nilai Islam tanpa harus menafikannya. Dengan kata lain, nilai Islam harus hadir dalam kebudayaan dan kebhinekaan yang sudah mengakar kuat dalam jati diri dan memori kolektif bangsa ini. Solidaritas sosial yang dibangun atas sebuah paham Ahlussunah wal Jamaah , menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang bersifat universal dan merekonsiliasikannya dengan tradisi lokal masyaraka...

KEBIJAKAN TENTANG PARIWISATA PADA MASA ORDE LAMA

Pada masa setelah kemerdekaan (Orde Lama), pembangunan ekonomi berdasarkan Pembangunan Nasional Semesta Delapan Tahun 1961-1969 yang ditetapkan melalui Ketetapan MPRS Republik Indonesia No. II/MPRS/1960 Tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Pada masa itu, pembangunan pariwisata belum menjadi perhatian pemerintah. Fokus pemerintah pada saat itu masih pada pembangunan dan pembenahan perekonomian nasional sehingga mampu berdiri sendiri (Esti, 2013 : 23-24). Meski pariwisata masih belum menjadi fokus utama pembangunan masa Orde Lama, tetapi pada awal kemerdekaan dan di tengah berkecamuknya revolusi tahun 1946, dengan Surat Keputusan Wakil Presiden (Drs. Moh. Hatta) dalam lingkungan Kementerian Perhubungan, dibentuk Hotel dan Tourisme yang disingkat Honet . Tindakan pertama adalah mengganti nama hotel milik Belanda di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokertp, dan Pekalongan menjadi Hotel...

PARIWISATA SAUJANA: PESONA ALAM BERPADU DENGAN BUDAYA DAN TRADISI

Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia menjadi salah satu surga wisata alam yang sangat mempesona. Wisata alam merupakan salah satu jenis pariwisata yang diminati wisatawan. Dengan sejuta potensi yang dimiliki, Indonesia menjadikan objek wisata alam sebagai magnet yang kuat untuk menarik wisatawan mancanegara. Landscape gunung, danau, sungai, gua, air terjun, sabana, pantai, terumbu karang, gugusan pulau, hutan semua tersaji manis di bumi khatulistiwa kita ini.   Namun terlalu sayang apabila wisatawan hanya menikmati pesona alam saja dan melewatkan sungguhan tradisi dan budaya masyarakat setempat yang unik dan khas. Dengan demikian maka, potensi alam dan budaya tersebut dikolaborasikan menjadi satu dan disebut dengan saujana. Kata saujana disepakati dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia tahun 2003 untuk digunakan sebagai terjemahan dari ‘cultural landscape’ . Saujana merupakan refleksi hubungan antara manusia dengan budayanya dan lingkungan alamnya dalam kesat...